Senin, 27 Februari 2012

Lebih Jauh Tentang Bahan Pewarna Ikan

Pada bagian pertama telah dijelaskan secara panjang lebar tentang bahan pewarna yang umum digunakan dalam budidaya ikan. Asal bahan pewarna yang dimasukkan ke dalam pakan ikan biasanya berasal dari tumbuhan (produsen primer) baik tumbuhan tingkat tinggi (buah merah Irian, daun alfalfa, kulit buah tomat, wortel dan lain-lain) maupun tumbuhan tingkat rendah (chlorella, rumput laut, bakteri, cendawan, dan lain-lain). Oleh karena itu Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis dengan keanekaragaman tumbuhannya, menjadi sumber yang sangat potensial untuk mendapatkan sumber-sumber pewarna alami. Selain itu, telah ditemukan pula bahan pewarna hasil rekayasa mikrobiologi, yang dengannya bisa dihasilkan bahan pewarna yang murah dan mudah untuk dikembangbiakkan. Salah satu di antara pewarna rekayasa ini adalah bacteria gene modified (BGM).
Selain membahas tentang bahan pewarna yang umum digunakan dalam kegiatan budidaya ikan atau budidaya ikan hias, pada akhir tulisan ini kami ingin menyajikan tiga bahan baru pewarna ikan yang meliputi (1) marine bacteria, (2) bacteria gen termodifikasi dan (3) astaxanthin buatan. Ketiga bahan ini masih berada dalam pengujian skala laboratorium tapi tidak menutup kemungkinan untuk segera dapat digunakan dalam kegiatan budidaya ikan. 
1. Marine bacteria (Paracoccus sp)
Bahan pewarna dari bakteri ini relatif baru ditemukan dan belum banyak dilakukan penelitian tentang efektifitas pigmentasinya pada ikan budidaya. Bakteri Paracoccus sp adalah bakteri air laut yang berbentuk kokkus (bulat) dari genus Paracoccus. Bakteri ini mampu memproduksi dan secara aktif menghasilkan ketokarotenoids, seperti adonixanthin dan astaxanthin. Karotenoid disimpan dalam sel-sel bakterinya dalam partikel halus. Fenomena ini adalah khas dan belum pernah diamati sebelumnya pada bakteri lain. Hal ini mengakibatkan Paracoccus sp mudah untuk dipisahkan dari suatu spesies karotenoid khusus dari media melalui pemanenan partikel karotenoid dan kemudian dilanjutkan dengan proses-proses fermentasi. Selain adonirubin dan astaxanthin, Paracoccus sp juga menghasilkan lycopene, υ- carotene, echinenone, υ- cryptoxanthin, cantaxanthin, adonixanthin, cis-adonixanthin dan zeaxanthin. 

Hasil penelitian yang dilakukan Agus (2005) pada skala laboratorium bahwa pemberian Paracoccus dalam pakan ikan kakap merah meningkatkan kandungan carotenoid pada kulit sebesar 7.73 dan 2 kali lipat dibanding ikan yang diberi pakan komersil dan pakan yang mengandung astaxanthin buatan. Sedang kandungan astaxanthin pada kulit ikan Kakap merah yang diberi pakan Paracoccus lebih tinggi 6.2 dan 1.6 kali dibanding ikan yang pakan tidak mengandung astaxanthin dan yang ikan yang diberi astaxanthin buatan dalam pakannya.

Perbedaan warna ikan kakap yang tidak diberi astaxanthin (control) dan yangv diberi astaxanthin dalam pakannya (treatment).
Pada penelitian skala lapangan yang dilakukan pada jaring apung di laut dimana dibandingkan pemberian Paracoccus dan Haematococcus sebagai pewarna dalam pakan, terlihat bahwa ikan kakap merah yang diberi Paracoccus dalam pakannya terlihat sedikit lebih tinggi kandungan total carotenoid maupun astaxanthin dibanding dengan pemberian haematococcus.
Hal ini menunjukkan bahwa paracoccus sebagai bahan pigmen baru dapat dijadikan sebagai bahan pewarna dalam pakan ikan baik dalam skala budidaya maupun untuk pemeliharaan ikan hias. Namun sebagai bahan temuan baru, kendala harga masih jadi pertimbangan untuk pemasaran dalam skala besar. Sebagai perbandingan 1 kg astaxanthin buatan (Carophyll Pink) bisa seharga 2.300 yen, sementara pada berat yang sama, harga 1 kg marine bacteria (Paracoccus) mencapai sekitar 6.000 yen.

Bakteri gen termodifikasi
Perkembangan terbaru teknik mikrobiologi menggagas adanya usaha membuat bakteri yang bisa menghasilkan pigment pewarna yang murah dan dalam jumlah yang banyak. Usaha ini berhasil diwujudkan dengan membuat bakteri gen termodifikasi (Bacteria gene modification) atau lebih dikenal sebagai bakteri astaxanthin. Bakteri ini dihasilkan dengan menyuntikkan gen pewarna ke bakteri Escherichia coli dan selanjutnya dalam waktu singkat berkembangbiak dan menghasilkan bakteri penghasil astaxanthin. Kemudian seperti pada bahan pewarna lainnya, bakteri ini dibuat tepung dan dicampurkan kedalam pakan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus (2005) berupa pemberian bakteri astaxanthin dalam pakan ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada kulit ikan kakap merah dibanding dengan ikan control. Nilai perbandingan total carotenoid dan astaxanthin pada kulit ikan kakap yang diberi pakan bakteri astaxanthin masing-masing sebesar 3.4 kali dan 2.9 kali lebih besar dibandingkan dengan ikan control. Nilai ini masih lebih besar 1.4 kali dan 1.5 kali dibanding ikan kakap yang diberi pakan astaxanthin buatan, namun lebih kecil 1.3 kali dan 1.0 kali total carotene dan astaxanthin dibanding ikan kakap yang dalam pakannya mengandung Paracoccus sp.
Secara produksi dan nilai jual dari bakteri astaxanthin sudah lebih mudah dan murah (dapat teratasi), namun masyarakat masih ragu untuk mengkonsumsi segala jenis produk pertanian yang berasal dari gen termodifikasi.

Astaxanthin Buatan (synthetic astaxanthin)
Berbeda dengan kedua sumber astaxanthin sebelumnya, astaxanthin buatan berasal dari CAROPHYLL PINK sebagai nama atau merek dagang yang diberikan. CAROPHYLL PINK adalah suatu produk inovatif dengan suatu struktur beadlet (menyerupai butiran manik-manik) tanaman. Bahan ini sangat praktis, mudah larut dalam air dan sangat tahan terhadap proses-proses fisik atau kimia. Ia adalah suatu produk yang berbentuk sangat fleksibel. Bahan pewarna ini dibungkus dengan starch (tepung kanji) sehingga tidak berdebu dan tidak berdampak pada pencemaran lingkungan perairan. Bentuk partikel, ukuran dan jumlah partikel bahan ini dirancang sedemikian rupa agar dapat terdistribusi secara merata pada saat pembuatan pakan ikan. Molekul-molekul carophyll pink ini distabilkan dengan bantuan antioksidan dan dibungkus dengan karbohidrat dan gelatin. Dilihat dari komposisi utama bahan pewarna sintetik, bahan ini didominasi oleh astaxanthin bebas (free astaxanthin) yang sangat berbeda dengan pewarna alami yang didomnasi oleh astaxanthin ester (baik mono maupun diester). 
Dalam proses pembuatan pakan, astaxanthin ini pecah dan keluar dari carophyll pink. Ini penting untuk meningkatkan biovaialabilitynya (pemanfaatan) dari yang sebelumnya terbungkus dalam lapisan kapsulnya. Mungkin ada sedikit astaxanthin yang hilang selama proses pembuatan pakan ikan atau selama dalam penyimpanan pakan di gudang pakan.
Gambar di bawah ini menunjukkan struktur pelapisan astaxanthin yang sempurna dalam lapisan karbohidrat dan gelatin serta dilindungi pula oleh antioksidan yang merupakan keunggulan bahan pewarna ini.

Dinilai dari tingkat biovailabilitynya, Carophyll pink memiliki bioavialabilty yang lebih tinggi dibandingkan dengan astaxanthin alami (Haematococcus sp dan Phaffia yeast).
Berdasarkan pada kandungan astaxanthinnya, Carophyll Pink terbagi atas 2 jenis yaitu Carophyll Pink 8% yang mengandung minimal 8% astaxanthin dan Carophyll Pink 10% -astaxanthin sintetik terbaru- dengan kandungan astaxanthin minimal 10%. Kedua produk ini dibuat oleh dua perusahaan yang berbeda. Carophyll pink 10% diproduksi oleh DSM limited corporation Basil 。VSwitzerland, sementara Carophyll Pink 8% diproduksi oleh Hoffman-La Roche Corporation, USA. Meskipun relatif baru digunakan di lingkungan budidaya ikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa carophyll pink 10% ini pengaruhnya sama baiknya dengan carophyll pink 8% baik pada ingkat bioavailabilitas maupun pada tingkat flesibilitasnya.

Tingkat fleksibilitas dan bioavailabilitas Carophyll Pink 8% dan 10%.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pigmentasi pada ikan yang diberikan astaxanthin buatan, pengaruh pewarnaannya menjadi lebih baik dibandingkan dengan pakan alami. Hal ini kemungkinan disebabkan karena bahan ini mudah diserap oleh tubuh ikan, sedangkan pada pewarna alami terkadang sulit diserap karena ketebalan dinding selnya.
Melihat banyaknya sumber-sumber bahan pewarna baik alami, buatan, maupun hasil rekayasa genetika, maka sebaiknya pemberian warna dalam pakan ikan mutlak diperhatikan. Potensi kekayaan aneka ragam hayati dan tumbuhan negara kita memungkinkan kita mampu memproduksi bahan pewarna ikan yang lebih murah dan jika memungkinan kita bisa mengekspornya ke luar negeri. Untuk ke depannya, diharapkan dengan peningkatan harga ikan budidaya sebagai hasil dari pewarnaan yang baik akan menjadikan kualitas ikan kita meningkat dan bisa menjadi andalan produk perikanan dunia.

5 komentar:

  1. Jual produk-produk untuk pembenihan udang dan ikan al : Artemia, Spirulina, Ovaprim, Multivitamin, Vitamin C dll.
    Yanto Pemalang Jateng
    HP 0812 2841 280

    BalasHapus
  2. beli dimana ya?, carophill pink?

    BalasHapus
  3. Gan mau tanya selain di tokped yang jual carophyll di toko mana gan. Apa ditoko pertanian, toko ikan hias atau di apotik??
    soalnya klo beli online kebanyakan repack" gitu yang ditakutkan barang telah dipalsukan oleh oknum"yng gak bertanggung jawab.

    BalasHapus