Selasa, 19 Juni 2012

lebih lanjut tentang Louhan


Ikan louhan banyak dijadikan sebagai ikan hias dikarenakan sebagian orang mempercayai bahwa ikan
louhan membawa hoki bagi pemiliknya .
Ikan louhan memang memiliki keunikan sendiri, yaitu terletak pada nonong di kepalanya serta coraknya benar-benar berupa tulisan yang dapat terbaca dengan jelas. Selain hal-hal tersebut, keunikan lain dari louhan yang membuatnya layak dipilih sebagai ikan hias kesayangan adalah louhan mudah akrab dengan pemiliknya dan bisa diajak bermain. Namun di mata penggemarnya, hewan ini mempunyai daya tarik. Selain dipercaya membawa hoki, binatang itu ternyata bisa mendatangkan keuntungan. Sekarang mulai banyak kolektor yang awalnya sekadar hobi mulai membisniskannya. Mereka memadukan hobi, hoki, dan bisnis.

"Ikan lou han punya kelebihan dibandingkan hewan air lain terutama pada marking (rajah) di tubuhnya. Daya tarik ikan ini sulit memudar. Lou han-lou han baru hasil silangan ikan berkualitas baik terus bermunculan," ungkap Andi Hidayat, pemilik Galery Lou Han di Jalan Dokter Cipto.

Tidak heran bila kolektor terus memburu ikan yang nenek moyangnya dari Amerika Selatan itu. Karena kecintaannya itu, mereka tak lagi memperhatikan harga lou han yang selangit. Konon selain mendatangkan hoki, ikan itu bisa membuat panjang umur dan melindungi pemiliknya dari segala macam penyakit serta bahaya yang setiap saat mengancam.

Mungkin sulit diterima akal sehat, tapi banyak yang memercayai mitos tersebut. Andi Hidayat misalnya. Sebelum memelihara lou han, usahanya yang bergerak di bidang penjualan besi biasa-biasa saja. Sekitar tujuh bulan lalu setelah dia mengenal dan mengoleksi ikan tersebut, usaha yang dikelola terus berkembang. Apalagi ketika dia mendapatkan lou han yang di tubuhnya bertuliskan Andi.


"Dahulu pada awal ikan itu populer, untuk mendapatkan lou han berkualitas nomor satu harus mendatangkan langsung dari tempat asal di Malaysia. Sekarang banyak lou han bagus dihasilkan penangkar termasuk di Semarang. Saya juga mulai menangkarkan."

Selain marking, daya tarik ikan itu pada warna mencolok dan bentuk tubuh indah. Ikan itu juga memiliki keunggulan lain lantaran bisa dimodifikasi dalam beragam rupa. Tidak hanya warna dan bentuknya, tapi juga marking dan taburan mutiara di sepanjang badannya. Bahkan, sifatnya yang bisa cepat akrab dengan pemiliknya juga membuat ikan ini sangat digemari.

"Dia bisa dilatih. Ada yang pintar. Biasanya, lou han akan langsung menyambut pemiliknya begitu mendekati aquarium. Dia seperti menari-nari, apalagi bila dihadapkan dengan kaca atau lou han lain," ujar Budi, penggemar ikan hias di Wonosari.

Harga

Harga seekor lou han berkualitas nomor satu hingga jutaan rupiah. Yang masih berukuran dua inci rata-rata Rp 200.000. Sedikit besar ukurannya, Rp 300.000 -Rp 500.000. Setelah ikan berukuran sekitar 10-15 cm bisa sampai Rp 10 juta.

Bagaimana yang berukuran lebih dari itu? Sejumlah penggemar ikan hias menjelaskan, harganya bisa sampai ratusan juta apalagi bila tampilannya menarik. "Terutama bila marking di badan ikan bertuliskan huruf Cina, nama seseorang, angka, atau gambar yang memiliki arti khusus," papar Bambang.

Memang sulit menjelaskan, bagaimana menentukan harga seekor ikan silangan dari berbagai jenis siklid. "Lou han saya yang bertuliskan Andi sudah ditawar orang Jakarta Rp 40 juta, tapi belum saya lepas. Saya masih senang dengannya."

Salah satu penyebab harga seekor ikan bisa melambung tinggi, ungkap sejumlah penangkar, karena sulit mendapatkan lou han yang benar-benar berkualitas. Dari sekali pemijahan yang bisa menghasilkan 2.000-3.000 burayak (anak ikan), hanya sedikit nantinya bisa menjadi lou han berkualitas.


Namun jangan beranggapan rugi. Ikan sisa hasil seleksian itu masih bisa dilempar ke pasar ikan hias dengan harga lebih miring. Ikan-ikan itulah yang kemudian menjadi santapan kolektor yang bermain di kelas menengah.

Kini, banyak penangkar berlomba menghasilkan lou han berkualitas. Mereka menyilangkan dengan berbagai siklid dengan harapan menghasilkan warna, marking atau bentuk tubuh yang cantik. Bahkan setelah long body kini muncul Lou Han jenis short body. Jenis baru itu tentu berharga lebih mahal.

Karena itu, bila Anda belum cukup uang jangan sekali-kali berkeinginan memilikinya. Pasalnya, lou han short body yang besar bisa sampai Rp 100 juta. Sungguh angka yang luar biasa untuk seekor ikan!

Wajar, bila akhir-akhir ini bermunculan banyak kolektor yang kemudian tertarik menangkarkannya. Mereka bahkan merelakan garasi, ruang tamu, ruang makan keluarga, atau ruang kamar tidur ditempati rak-rak lou han. Tak apalah berdesak-desakan dengan ikan asal nantinya bisa meraup untung besar.


Senin, 27 Februari 2012

Menghias Ikan Dengan Karoten

Memelihara ikan hias di akuarium pada kebanyakan orang terkadang bukan lagi sekedar hobi tetapi sudah menjadi perilaku “ketagihan” sehingga rela mengeluarkan uang jutaan bahkan sampai puluhan juta rupiah untuk seekor ikan gold atau red arwana misalnya. Atau pada beberapa kontes, ikan hias yang menjadi pemenang akan bernilai sangat tinggi.
Ciri yang paling menonjol dari seekor ikan hias selain bentuknya yang khas, juga adalah warna yang menarik. Warna inilah yang membuat orang rela berjam-jam di depan akuarium kesayangannya selepas pulang kerja atau sekedar istirahat siang dikantor yang ada pajangannya di ruang lobi. Namun terkadang lama kelamaan warna ikan hias ini akan memudar dan bahkan hilang sama sekali sehingga tidak lagi menarik dan menjadi pusat perhatian. Biasanya para penggemar dan petani ikan hias akan memberi udang-udangan kecil sebagai pakan tambahan. Jenis udang-udangan atau yang masuk kedalam family decapoda (kepiting, lobster atau rajungan kecil ) dapat memelihara warna pada kulit ikan. Untuk sementara cara ini benar khususnya buat ikan-ikan hias karnivora seperti arwana, louhan atau udang-udangan hias, namun cara ini tidak berlaku dan justru menjadi masalah bagi ikan-ikan hias omnivore seperti koki, koi atau cupang yang sudah terbiasa dengan pellet sebagai pakannya dan tidak berani untuk memburu mangsa hidup.
Untuk mengatasi permasalahan ini salah satunya adalah cukup dengan memasukkan pigmen warna kedalam pakan ikan hias. Pigmen warna ini dikenal dengan karoten. Karoten adalah sumber utama yang bertanggungjawab terhadap pewarnaan pada ikan. Berbagai warna yang ada dihasilkan oleh adanya karoten khusus dan karoten protein kompleks. Karotenoid hanya bisa disintesa oleh tumbuhan termasuk didalamnya phytoplankton, alga, dan sejumlah kecil jamur dan bakeri. dan kemudian dimanfaantkan oleh hewan, termasuk ikan, lewat rantai makanan atau melalui makanan (pellet) yang diberikan.
Karoten yang tersedia di lingkungan perairan terbagi dua yakni karoten kuning (lutein, zeaxanthin dan alfa dan beta-caroten) dan koroten merah (astaxanthin). Namun keberadaan astaxanthin adalah yang terbesar dan terserap pada hewan-hewan air seperti udang-udangan, krill, trout atau salmon. Olehnya itu udang-udangan ini banyak dimanfaatkan oleh petani ikan atau penggemar ikan hias sebagai pakan hidup bagi ikan hiasnya.
Selain yang berasal dari alam, karotenoid dapat juga berasal dari sintesa secara kimiawi berupa karoten buatan dari gelatin. Jenis ini adalah kelompok astaxanthin (red carotenoid) dan yang termasuk didalamnya roche carophyll pink, cantaxanthin dan citranaxanthin. Pada ikan hias koi, sumber astaxanthin buatan ini umumnya banyak digunakan. Meskipun mudah untuk pembuatan dan pengadaannya namun sumber astaxanthin alami lebih memberikan pengaruh warna yang lebih baik dibanding astaxanthin sintesis pada warna ikan hias.
Seiring dengan perkembangan teknologi pembuatan pakan ikan, sumber-sumber karoten yang tadinya hanya diberikan dalam bentuk bahan mentah, sekarang bahan-baku tersebut sudah bisa dimasukkan ke dalam pakan. Hal ini disandarkan pada efisiensi dalam pengadaanya lebih mudah dibanding pakan alami. Selain itu kelengkapan nutrient dan keseimbangan nutrient pakan buatan (protein, lemak, karbohidrat vitamin dan mineral) untuk ikan yang dipelihara lebih mudah diatur dan diketahui sesuai kebutuhan ikan peliharaan. Bahan-bahan baku yang digunakan untuk pakan ikan hias dapat dibagi kedalam dua kelompok. Ada yang berasal tumbuhan seperti tepung alga, tepung paprika atau tepung wortel. Kedua, bahan-bahan yang berasal dari hewan utamanya yang berasal dari laut. Tepung rebon, tepung udang, spirulina dan krill adalah bahan bahan utama pewarna pakan hewani yang umum digunakan oleh produsen pabrik pakan sebagai sumber karoten.
Oleh karena itu bagi kita penggemar ikan hias tidak hanya sebatas melihat warna-warna ikan yang indah dari jenis ikan yang beragam, tetapi lebih penting dari itu bagaimana memelihara warna ikan hias agar tetap berseri sepanjang masa dengan pengetahuan kita akan bahan pakan ikan hias yang mengandung karoten.

Lebih Jauh Tentang Bahan Pewarna Ikan

Pada bagian pertama telah dijelaskan secara panjang lebar tentang bahan pewarna yang umum digunakan dalam budidaya ikan. Asal bahan pewarna yang dimasukkan ke dalam pakan ikan biasanya berasal dari tumbuhan (produsen primer) baik tumbuhan tingkat tinggi (buah merah Irian, daun alfalfa, kulit buah tomat, wortel dan lain-lain) maupun tumbuhan tingkat rendah (chlorella, rumput laut, bakteri, cendawan, dan lain-lain). Oleh karena itu Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis dengan keanekaragaman tumbuhannya, menjadi sumber yang sangat potensial untuk mendapatkan sumber-sumber pewarna alami. Selain itu, telah ditemukan pula bahan pewarna hasil rekayasa mikrobiologi, yang dengannya bisa dihasilkan bahan pewarna yang murah dan mudah untuk dikembangbiakkan. Salah satu di antara pewarna rekayasa ini adalah bacteria gene modified (BGM).
Selain membahas tentang bahan pewarna yang umum digunakan dalam kegiatan budidaya ikan atau budidaya ikan hias, pada akhir tulisan ini kami ingin menyajikan tiga bahan baru pewarna ikan yang meliputi (1) marine bacteria, (2) bacteria gen termodifikasi dan (3) astaxanthin buatan. Ketiga bahan ini masih berada dalam pengujian skala laboratorium tapi tidak menutup kemungkinan untuk segera dapat digunakan dalam kegiatan budidaya ikan. 
1. Marine bacteria (Paracoccus sp)
Bahan pewarna dari bakteri ini relatif baru ditemukan dan belum banyak dilakukan penelitian tentang efektifitas pigmentasinya pada ikan budidaya. Bakteri Paracoccus sp adalah bakteri air laut yang berbentuk kokkus (bulat) dari genus Paracoccus. Bakteri ini mampu memproduksi dan secara aktif menghasilkan ketokarotenoids, seperti adonixanthin dan astaxanthin. Karotenoid disimpan dalam sel-sel bakterinya dalam partikel halus. Fenomena ini adalah khas dan belum pernah diamati sebelumnya pada bakteri lain. Hal ini mengakibatkan Paracoccus sp mudah untuk dipisahkan dari suatu spesies karotenoid khusus dari media melalui pemanenan partikel karotenoid dan kemudian dilanjutkan dengan proses-proses fermentasi. Selain adonirubin dan astaxanthin, Paracoccus sp juga menghasilkan lycopene, υ- carotene, echinenone, υ- cryptoxanthin, cantaxanthin, adonixanthin, cis-adonixanthin dan zeaxanthin. 

Hasil penelitian yang dilakukan Agus (2005) pada skala laboratorium bahwa pemberian Paracoccus dalam pakan ikan kakap merah meningkatkan kandungan carotenoid pada kulit sebesar 7.73 dan 2 kali lipat dibanding ikan yang diberi pakan komersil dan pakan yang mengandung astaxanthin buatan. Sedang kandungan astaxanthin pada kulit ikan Kakap merah yang diberi pakan Paracoccus lebih tinggi 6.2 dan 1.6 kali dibanding ikan yang pakan tidak mengandung astaxanthin dan yang ikan yang diberi astaxanthin buatan dalam pakannya.

Perbedaan warna ikan kakap yang tidak diberi astaxanthin (control) dan yangv diberi astaxanthin dalam pakannya (treatment).
Pada penelitian skala lapangan yang dilakukan pada jaring apung di laut dimana dibandingkan pemberian Paracoccus dan Haematococcus sebagai pewarna dalam pakan, terlihat bahwa ikan kakap merah yang diberi Paracoccus dalam pakannya terlihat sedikit lebih tinggi kandungan total carotenoid maupun astaxanthin dibanding dengan pemberian haematococcus.
Hal ini menunjukkan bahwa paracoccus sebagai bahan pigmen baru dapat dijadikan sebagai bahan pewarna dalam pakan ikan baik dalam skala budidaya maupun untuk pemeliharaan ikan hias. Namun sebagai bahan temuan baru, kendala harga masih jadi pertimbangan untuk pemasaran dalam skala besar. Sebagai perbandingan 1 kg astaxanthin buatan (Carophyll Pink) bisa seharga 2.300 yen, sementara pada berat yang sama, harga 1 kg marine bacteria (Paracoccus) mencapai sekitar 6.000 yen.

Bakteri gen termodifikasi
Perkembangan terbaru teknik mikrobiologi menggagas adanya usaha membuat bakteri yang bisa menghasilkan pigment pewarna yang murah dan dalam jumlah yang banyak. Usaha ini berhasil diwujudkan dengan membuat bakteri gen termodifikasi (Bacteria gene modification) atau lebih dikenal sebagai bakteri astaxanthin. Bakteri ini dihasilkan dengan menyuntikkan gen pewarna ke bakteri Escherichia coli dan selanjutnya dalam waktu singkat berkembangbiak dan menghasilkan bakteri penghasil astaxanthin. Kemudian seperti pada bahan pewarna lainnya, bakteri ini dibuat tepung dan dicampurkan kedalam pakan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus (2005) berupa pemberian bakteri astaxanthin dalam pakan ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada kulit ikan kakap merah dibanding dengan ikan control. Nilai perbandingan total carotenoid dan astaxanthin pada kulit ikan kakap yang diberi pakan bakteri astaxanthin masing-masing sebesar 3.4 kali dan 2.9 kali lebih besar dibandingkan dengan ikan control. Nilai ini masih lebih besar 1.4 kali dan 1.5 kali dibanding ikan kakap yang diberi pakan astaxanthin buatan, namun lebih kecil 1.3 kali dan 1.0 kali total carotene dan astaxanthin dibanding ikan kakap yang dalam pakannya mengandung Paracoccus sp.
Secara produksi dan nilai jual dari bakteri astaxanthin sudah lebih mudah dan murah (dapat teratasi), namun masyarakat masih ragu untuk mengkonsumsi segala jenis produk pertanian yang berasal dari gen termodifikasi.

Astaxanthin Buatan (synthetic astaxanthin)
Berbeda dengan kedua sumber astaxanthin sebelumnya, astaxanthin buatan berasal dari CAROPHYLL PINK sebagai nama atau merek dagang yang diberikan. CAROPHYLL PINK adalah suatu produk inovatif dengan suatu struktur beadlet (menyerupai butiran manik-manik) tanaman. Bahan ini sangat praktis, mudah larut dalam air dan sangat tahan terhadap proses-proses fisik atau kimia. Ia adalah suatu produk yang berbentuk sangat fleksibel. Bahan pewarna ini dibungkus dengan starch (tepung kanji) sehingga tidak berdebu dan tidak berdampak pada pencemaran lingkungan perairan. Bentuk partikel, ukuran dan jumlah partikel bahan ini dirancang sedemikian rupa agar dapat terdistribusi secara merata pada saat pembuatan pakan ikan. Molekul-molekul carophyll pink ini distabilkan dengan bantuan antioksidan dan dibungkus dengan karbohidrat dan gelatin. Dilihat dari komposisi utama bahan pewarna sintetik, bahan ini didominasi oleh astaxanthin bebas (free astaxanthin) yang sangat berbeda dengan pewarna alami yang didomnasi oleh astaxanthin ester (baik mono maupun diester). 
Dalam proses pembuatan pakan, astaxanthin ini pecah dan keluar dari carophyll pink. Ini penting untuk meningkatkan biovaialabilitynya (pemanfaatan) dari yang sebelumnya terbungkus dalam lapisan kapsulnya. Mungkin ada sedikit astaxanthin yang hilang selama proses pembuatan pakan ikan atau selama dalam penyimpanan pakan di gudang pakan.
Gambar di bawah ini menunjukkan struktur pelapisan astaxanthin yang sempurna dalam lapisan karbohidrat dan gelatin serta dilindungi pula oleh antioksidan yang merupakan keunggulan bahan pewarna ini.

Dinilai dari tingkat biovailabilitynya, Carophyll pink memiliki bioavialabilty yang lebih tinggi dibandingkan dengan astaxanthin alami (Haematococcus sp dan Phaffia yeast).
Berdasarkan pada kandungan astaxanthinnya, Carophyll Pink terbagi atas 2 jenis yaitu Carophyll Pink 8% yang mengandung minimal 8% astaxanthin dan Carophyll Pink 10% -astaxanthin sintetik terbaru- dengan kandungan astaxanthin minimal 10%. Kedua produk ini dibuat oleh dua perusahaan yang berbeda. Carophyll pink 10% diproduksi oleh DSM limited corporation Basil 。VSwitzerland, sementara Carophyll Pink 8% diproduksi oleh Hoffman-La Roche Corporation, USA. Meskipun relatif baru digunakan di lingkungan budidaya ikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa carophyll pink 10% ini pengaruhnya sama baiknya dengan carophyll pink 8% baik pada ingkat bioavailabilitas maupun pada tingkat flesibilitasnya.

Tingkat fleksibilitas dan bioavailabilitas Carophyll Pink 8% dan 10%.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pigmentasi pada ikan yang diberikan astaxanthin buatan, pengaruh pewarnaannya menjadi lebih baik dibandingkan dengan pakan alami. Hal ini kemungkinan disebabkan karena bahan ini mudah diserap oleh tubuh ikan, sedangkan pada pewarna alami terkadang sulit diserap karena ketebalan dinding selnya.
Melihat banyaknya sumber-sumber bahan pewarna baik alami, buatan, maupun hasil rekayasa genetika, maka sebaiknya pemberian warna dalam pakan ikan mutlak diperhatikan. Potensi kekayaan aneka ragam hayati dan tumbuhan negara kita memungkinkan kita mampu memproduksi bahan pewarna ikan yang lebih murah dan jika memungkinan kita bisa mengekspornya ke luar negeri. Untuk ke depannya, diharapkan dengan peningkatan harga ikan budidaya sebagai hasil dari pewarnaan yang baik akan menjadikan kualitas ikan kita meningkat dan bisa menjadi andalan produk perikanan dunia.

Bahan Pewarna Ikan

Berbicara tentang bahan pewarna ikan janganlah dibayangkan sebagaimana penambahan formalin atau borax pada kasus daging ayam atau ikan asin. Hanya untuk keuntungan sesaat bahan-bahan tersebut dioleskan ke bahan pangan dan akibatnya sangat membahayakan bagi konsumen. Pewarnaan ikan dilakukan dengan memasukan bahan pewarna kedalam pakan ikan budidaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas warna ikan yang bila tidak dilakukan akan menjadikan warna pudar pada ikan budidaya.Tulisan ini lebih mengarah kepada informasi bagi para produsen pakan ikan atau para petani budidaya ikan agar mempunyai pengetahuan yang mendalam akan sumber-sumber bahan pewarna baik pada ikan budidaya maupun pada ikan hias.
Seperti kita ketahui bersama bahwa penambahan pewarna pada pakan ikan budidaya akan mengakibatkan adanya peningkatan pigmen warna, minimal ikan mampu mempertahankan pigmen warna pada tubuhnya selama masa pemeliharaan di kolam,tambak atau jaring apung. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam budidaya, ikan yang pakannya mengandung pigmen warna akan nampak seperti ikan hasil tangkapan di alam, sementara ikan yang diberi pakan komersil dan tidak mengandung pigmen warna dalam pakannya, warna ikan akan memudar dan bahkan akan menjadi lebih gelap. Selain karena ketiadaan pigmen warna dalam pakannya, kondisi ini disebabkan oleh dominasi pigmen melanin akibat radiasi sinar matahari saat ikan dipelihara dikolam terbuka atau jaring apung laut.
Perbedaan warna yang sangat mencolok ini berimbas pada harga jual ikan tersebut. Hasil beberapa survey penelitian menunjukkan bahwa konsumen menilai warna ikan yang baik terkait dengan harga, kesegaran dan kualitas daging yang bagus pula.
Oleh karena itu kebutuhan mendasar dalam pembuatan pakan ikan selain keseimbangan nutrisi, maka perlu dipertimbangkan pula untuk menambahkan bahan pewarna dalam pakan ikan budidaya. Bahan pewarna itu lebih dikenal dengan karoten. Ada beberapa jenis karoten dialam, namun jenis karoten yang paling efektif dan dominan untuk pewarna pada ikan adalah karoten dari jenis astaxanthin. Dibanding jenis karoten lain seperti beta-caroten atau cantaxanthin, astaxanthin menunjukkan pengaruh yang dominan dalam pewarnaan ikan budidaya. Berdasarkan sumbernya, astaxanthin dibagi atas 2 bagian yakni : astaxanthin alami (natural astaxanthin) dan astaxanthin buatan (synthetic astaxanthin).
1. Astaxanthin alami.
Astaxanthin alami adalah jenis astaxanthin yang didapatkan dari produsen primer seperti tanaman, phytoplankton atau mikroorganisme seperti bakteri atau ragi. Atau hewan seperti jenis udang rebon, udang krill atau sisa buangan kepala udang. Sumber astaxanthin alami yang umum digunakan dalam dunia budidaya ikan diantaranya adalah : Haematococcus pluvialis, Chlorella vulgaris, Phaffia rhodozyma, Paracoccus dan udang krill.
1.a. Haematococcus pluvialis
Mikroorganisme ini adalah yang paling banyak digunakan sebagai bahan pewarna pada pakan ikan budidaya. Haematococcus pluvialis adalah alga sel tunggal dari spesies Chlorophyta yang penyebarannya sangat luas terutama pada daerah bermusim empat. Pada kondisi pertumbuhan yang normal, Haematococcus adalah berwarna hijau dan organisme ini melayang di air (Gbr.2a). Namun saat hidup dilingkungan yang rendah nutrien, cahaya terang atau kondisi lingkungan buruk lainnya, mereka akan membentuk spora dan secara cepat memproduksi astaxanthin (Gbr 2b). Diduga bahwa Haematococcus memproduksi astaxanthin sebagai perlindungan serangan sinar ultraviolet saat lingkungan buruk. Selanjutnya spora dapat pecah dan kembali menjadi alga hijau saat lingkungan sudah kondusif untuk tumbuh.
Pada dasarnya produksi tepung alga Haematococcus sebagai sumber astaxanthin alami relatif mudah sebab alga ini tumbuh dengan cepat pada media dengan nutrien yang sederhana. Akan tetapi karena Haematococcus tumbuh pada media kultur yang netral, kontaminasi oleh mikroalga lain dan protozoa dapat menimbulkan masalah. Hambatan-hambatan ini harus dihilangkan dan karenanya memerlukan teknologi yang lebih canggih untuk mengontrolnya. Masalah lain yang juga jadi kendala dan akibatnya terkadang pengaruhnya sebagai bahan pewarna kurang efektif adalah adanya ketebalan dinding sel yang tinggi pada alga ini sehingga perlu usaha untuk sedapat mungkin menghancurukan dinding sel tersebut sehingga mudah langsung diserap oleh sistem metabolisme tubuh ikan.
Perusahaan yang sudah memproduksi Haematococcus secara massal adalah Cyanotech Corporation di Hawaii yang menggunakan kombinasi dari fotobioreaktor tertutup dan terbuka dan mempunyai teknologi penggilingan untuk mengancurkan dinding sel. Produk tersebut (tepung Haematococcus) kemudian disemprot kering dan diawetkan dengan memakai ethoxyquin atau antioksidan lainnya untuk mencegah kerusakannya. Kapasitas produksi Cyanotech dalam setahun lebih dari 70 metrik tons tepung alga haematococcus (minimal kandungan 1.5% astaxanthin).Merek dagang dari Haematococcus yang diproduksi oleh Cyanotech adalah NatuRose.
komposisi dari tepung alga Haematococcus terdiri dari carotenoids, asam lemak, protein, karbohidrat, dan mineral. Astaxanthin dalam Haematococcus mengandung sekitar 70% monoester (berkaitan dengan 16:0, 18:1 dan 18:2 asam lemak), 25% diester dan 5% pigmen lain. Komposisi ester ini mirip dengan yang ada di jenis crustacea. Dengan kandungan astaxanthin 1.5%, kita hanya memerlukan 5.33 kg tepung alga Haematococcus untuk ditambahkan ke dalam 1 ton pakan untuk mencapai konsentrasi 80 ppm astaxanthin dalam pakan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa NatuRose ditemukan seefektif astaxanthin buatan pada pewarnaan ikan rainbow trout. Bahkan pada penelitian yang lainnya menunjukkan bahwa NatuRose lebih efektif dalam pewarnaan ikan kakap merah dibanding ikan yang diberi pakan yang mengandung astaxanthin buatan. Namun hasil penelitian pada ikan mas koki menunjukkan bahwa akibat adanya dinding sel yang tebal, pewarnaan dengan Haematococcus tidak efektif.
1.b Phaffia Yeast.
Phaffia yeast adalah bentuk asexual dari ragi, Xanthophyllomyces dendrorhous (Golubevm 1995), Nama -nama komersial yang beredar dipasaran atas produk ini adalah Red Star Phaffia Natural color, Red Star Phaffia Yeast, dan belakangan dikenal sebagai Ecotone Phaffia Natural Color. Ecotone ini umumnya terdiri atas Phaffia rhodozyma (80%), dan kurang dari 20% ragi Phaffia cerevisiae, dan mengandung 2000mg ethoxyquin/kg. produk. Penambahan Saccarhomyces cerevisiae dimaksudkan untuk untuk mencukupi standarisasi kandungan astaxanthinnya, sedangkan penambahan ethoxyquin dimaksudkan untuk menghindari terjadinya oksidasi. Namun bahan bahan dasar ini memungkin diganti dengan bahan yang mirip dengan bahan dasar seperti ethoxyquin yang bisa juga diganti dengan bahan antioksidan lainnya.
Kandungan astaxanthin Phaffia rhodozyma adalah lebih dari 90% dan didominasi oleh free astaxanthin, non-ester, 3R,3′R (dari 3 bentuk molekul enansiomer astaxanthin : 3S,3′S; 3S,3R; 3R,3′R). Red Star Phaffia natural color mengandung lebih dari 4000 mg astaxanthin/kg ragi, sedangkan Ecotone Phaffia natural colour mengandung 4000 ・6000 mg/kg ragi. Menurut Andrews, Paff and Star (1973) menyatakan bahwa Phaffia rhodozyma mengandung 87-89% astaxanthin dalam karotenoid. Meskipun pada dasarnya astaxanthin yang diisolasi dari P.rhodozyma adalah E-isomer, namun tiap kultur Phaffia rhodozyma mngandung Z-isomer, beta-isomer (2-2.5% dari total karoten), echinenone (2-4% dari total karoten),3-hidroxyechinenone (3-4.5% dari total koraten), dan phoenicoxanthin (5-7% dari total karoten).gamma-karoten, neurosporene dan lycopene ada dalam jumlah kecil (trace elements).
Red star Phaffia yeast natural color mengandung sekitar 29-31% protein, 21-29% lemak, 2.9-3.6% abu dan 39-41% karbohidrat.


Sifat-sifat mikrobial dijelaskan dengan melalui jumlah total bakteri < 15.000/g ragi, jamur < 60 g, jumlah bakteri E.coli < 3/g dan salmonela negatif dan Phaffia rhodozyma < 1/g.
Ecotone Phaffia natural color yang diproduksi pada padasarnya sama dengan Red star Phaffia Natural Color, namun pada proses tahapan selanjutnya, ecotone digiling sehalus mungkin untuk meningkatkan bioavailability astaxanthinnya.
Kestabilan Ecotone Phaffia natural color, menurut hasil penelitian, menunjukan adanya perununan kandungan astaxanthin selama penyimpanan. Penyimpanan ecotone pada suhu 30oC, kandungan astaxanthinnya hilang sekitar 7% setelah 42 hari, pada hari ke-83 astaxanthinnya hilang sekitar 33% dan setelah 149 dan 180 hari, astaxanthin yang hilang adalah 50%.
Setelah 42 hari penyimpanan pada suhu 6oC, kandungan astaxanthin menurun menjadi tinggal 97%, setelah 82 hari menjadi 95%, 112 hari menjadi 99%, setelah 149 hari menjadi 97% dan setelah 180 hari menjadi 96%. Ini berarti penyimpanan pada suhu 6oC adalah yang terbaik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ecotone Corporation menunjukkan bahwa sumber astaxanthin Phaffia memberikan hasil yang lebih tinggi pada pigmentasi daging ikan rainbow trout setelah 12 minggu pemberian pakan dibanding dengan pemberian astaxanthin buatan. Pada pemberian pakan dengan kandungan 61 mg milled yeast/kg pakan menghasilkan deposit astaxanthin pada kulit sebanyak 8.2-0.1 mg astaxanthin/kg daging trout, sedang pada pakan yang tidak diberi ragi dengan kandungan astaxanthin 56 mg/kg pakan hanya mampu mendepositkan astaxanthin dalam daging trout sejumlah 3.7-0.2 mg/kg daging trout dan pembrian pakan yang mengandung astaxanthin buatan dengan kandungan 58 mg astaxanthin buatan/kg pakan mampu nedepositkan astaxnthin pada daging rainbow trout sebesar 8.6-0.9 mg/kg.